PMI Prov. NTT.- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui dukungan dari World Food Programme (WFP) melakukan Focus Grup Discussion (FGD) untuk Penyusunan Panduan Aksi Antisipasi Bencana Kekeringan sesuai Rencana Kontinjensi (Rencon) Provinsi NTT yang sudah ada dan ditetapkan dalam Peraturan Gubernur (PERGUB) Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 91 Tahun 2021 tentang Rencana Kontinjensi Kekeringan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini dilaksanakan di Pusdalops-PB BPBD Provinsi NTT, di Lasiana pada tanggal 30-31 Juli 2024.
Kepala Pelaksana BPBD Provinsi NTT, Ir. Cornelis Wadu, M.Si dalam membuka kegiatan menyampaikan bahwa proses penyusunan panduan ini sudah panjang dan akan menjadi model yang digunakan di seluruh Indonesia. Maka perlu komitmen dan pikiran yang sama untuk mendukung pembuatan panduan Aksi Antisipasi ini. Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan kerja perorangan tetapi kerja tim sehingga dibutuhkan kerendahan hati dalam mendukung pencapaian hasil yang maksimal. “Kita perlu menciptakan satu model/inovasi bagi Provinsi lain dan belajar membangun kolaborasi dengan stakeholder lain.” Ia berharap agar panduan yang telah disusun nanti akan menjadi referensi bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana. Tetapi dokumen ini juga tidak hanya sekedar referensi melainkan menjadi dokumen yang hidup dan bisa digunakan sebagai standar pelayanan.
FGD ini bertujuan untuk membuat panduan Aksi Antisipasi Bencana Kekeringan sesuai dengan Rencon Kekeringan yang ada di Provinsi NTT. Staf Analisis Mitigasi Bencana BPBD NTT, Heyn Peter Ahab menyampaikan bahwa panduan ini akan disusun untuk mengubah pendekatan penanggulangan bencana dari respon reaktif ke manajemen risiko yang lebih proaktif yang menekankan konsep aksi antisipasi dengan 3 pilar utama yaitu: pertama, Peringatan Dini yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang; kedua, Aksi Dini adalah bentuk kegiatan nyata yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga non-pemerintah dalam jeda waktu antara keadaan siaga darurat dan tanggap darurat; dan ketiga, Manajemen Pendanaan yaitu pendanaan untuk kegiatan-kegiatan aksi antisipatif ini bisa berasal dari pemerintah pusat, daerah maupun lembaga-lembaga non pemerintah dan juga dana Capital Social Responsibility (CSR). Lebih lanjut, penulis panduan ini menyatakan kenapa Kekeringan? Karena hanya Kekeringan yang bisa dihitung dengan mekanisme yang ada dan bisa lebih akurat.
Sedangkan, perwakilan WFP di NTT menyeringkan terkait dukungan WFP dalam penyusunan Panduan Aksi Antisipasi ini karena merupakan bagian dari program kerja WFP khususnya mendukung pengaplikasian Aksi Antisipasi di Provinsi NTT. Senior EPR Assosiate, Reza Fikri mengatakan bahwa Aksi Antisipasi perlu ditetapkan dalam panduan khususnya untuk bencana kekeringan yang sifatnya slow on set yang bisa diprediksi sekaligus membaharui rencon kekeringan yang sudah ada di NTT. Dukungan WFP dalam penyusunan panduan ini merupakan bagian dari mendukung kesiapsiagaan karena dengan adanya panduan ini, kita akan mendorong food security khususnya ketahanan pangan masyarakat dan panduan ini akan membantu dalam menghitung kebutuhan logistik dalam masa krisis. Sedangkan terkait koordinasi berjenjang dilakukan oleh WFP di level pusat khususnya pendekatan dengan Deputi Kesiapsiagaan BNPB dan mendorong agar dengan kegiatan di level NTT, Aksi Antisipasi menjadi rujukan Nasional.
Lebih lanjut, Kadiv Pelayanan Markas PMI NTT yang mengikuti kegiatan ini juga menyampaikan bahwa panduan Aksi Antisipasi menjadi hal penting dan masih baru dalam pendekatan program. Adrian Jeharun menjelaskan bahwa dalam pendekatan Program SIAP SIAGA, Aksi Antisipasi menjadi hal penting untuk diimplementasikan dalam program dan pelayanan PMI. “Pada Pilar 1 framework program SIAP SIAGA, ditetapkan terkait Adaptasi Perubahan Iklim dan Aksi Antisipasi dengan dua output yang ingin dicapai yaitupPeningkatan pemahaman dan penerapan strategi Aksi Antisipatif melalui pengembangan kapasitas dalam Aksi Antisipatif serta Kolaborasi dan koordinasi yang diperkuat di antara para pemangku kepentingan dalam inisiatif Aksi Antisipasif. Hal ini sudah dilakukan oleh BPBD NTT dalam kegiatan FGD Penyusunan Panduan Aksi Antisipasi Bencana Kekeringan di NTT”. Tentunya, PMI Provinsi NTT juga akan berkolaborasi dengan Pemerintah dan Mitra Kerja lain untuk bisa mendukung peningkatan kapasitas terkait Aksi Antisipasi melalui kegiatan Sosialisasi di Provinsi NTT
Kegiatan FGD ini dihadiri dan diikuti oleh Kalak BPBD NTT, Kabid I dan III BPBD NTT, OPD tingkat Provinsi NTT yaitu Dinas PUPR NTT, BBWS Wilayah II NTT, Badan Keuangan Daerah NTT, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT, Bapperida NTT, Dinas Sosial NTT, Dinas Peternakan NTT, Dinas PMD NTT juga lembaga mitra KADIN NTT, Sinode GMIT, BPKP NTT, Koordinator Provinsi Pendamping Desa, dan PMI Provinsi NTT.
PMI Prov. NTT.- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui dukungan dari World Food Programme (WFP) melakukan Focus Grup Discussion (FGD) untuk Penyusunan Panduan Aksi Antisipasi Bencana Kekeringan sesuai Rencana Kontinjensi (Rencon) Provinsi NTT yang sudah ada dan ditetapkan dalam Peraturan Gubernur (PERGUB) Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 91 Tahun 2021 tentang Rencana Kontinjensi Kekeringan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini dilaksanakan di Pusdalops-PB BPBD Provinsi NTT, di Lasiana pada tanggal 30-31 Juli 2024.
Kepala Pelaksana BPBD Provinsi NTT, Ir. Cornelis Wadu, M.Si dalam membuka kegiatan menyampaikan bahwa proses penyusunan panduan ini sudah panjang dan akan menjadi model yang digunakan di seluruh Indonesia. Maka perlu komitmen dan pikiran yang sama untuk mendukung pembuatan panduan Aksi Antisipasi ini. Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan kerja perorangan tetapi kerja tim sehingga dibutuhkan kerendahan hati dalam mendukung pencapaian hasil yang maksimal. “Kita perlu menciptakan satu model/inovasi bagi Provinsi lain dan belajar membangun kolaborasi dengan stakeholder lain.” Ia berharap agar panduan yang telah disusun nanti akan menjadi referensi bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana. Tetapi dokumen ini juga tidak hanya sekedar referensi melainkan menjadi dokumen yang hidup dan bisa digunakan sebagai standar pelayanan.
FGD ini bertujuan untuk membuat panduan Aksi Antisipasi Bencana Kekeringan sesuai dengan Rencon Kekeringan yang ada di Provinsi NTT. Staf Analisis Mitigasi Bencana BPBD NTT, Heyn Peter Ahab menyampaikan bahwa panduan ini akan disusun untuk mengubah pendekatan penanggulangan bencana dari respon reaktif ke manajemen risiko yang lebih proaktif yang menekankan konsep aksi antisipasi dengan 3 pilar utama yaitu: pertama, Peringatan Dini yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang; kedua, Aksi Dini adalah bentuk kegiatan nyata yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga non-pemerintah dalam jeda waktu antara keadaan siaga darurat dan tanggap darurat; dan ketiga, Manajemen Pendanaan yaitu pendanaan untuk kegiatan-kegiatan aksi antisipatif ini bisa berasal dari pemerintah pusat, daerah maupun lembaga-lembaga non pemerintah dan juga dana Capital Social Responsibility (CSR). Lebih lanjut, penulis panduan ini menyatakan kenapa Kekeringan? Karena hanya Kekeringan yang bisa dihitung dengan mekanisme yang ada dan bisa lebih akurat.
Sedangkan, perwakilan WFP di NTT menyeringkan terkait dukungan WFP dalam penyusunan Panduan Aksi Antisipasi ini karena merupakan bagian dari program kerja WFP khususnya mendukung pengaplikasian Aksi Antisipasi di Provinsi NTT. Senior EPR Assosiate, Reza Fikri mengatakan bahwa Aksi Antisipasi perlu ditetapkan dalam panduan khususnya untuk bencana kekeringan yang sifatnya slow on set yang bisa diprediksi sekaligus membaharui rencon kekeringan yang sudah ada di NTT. Dukungan WFP dalam penyusunan panduan ini merupakan bagian dari mendukung kesiapsiagaan karena dengan adanya panduan ini, kita akan mendorong food security khususnya ketahanan pangan masyarakat dan panduan ini akan membantu dalam menghitung kebutuhan logistik dalam masa krisis. Sedangkan terkait koordinasi berjenjang dilakukan oleh WFP di level pusat khususnya pendekatan dengan Deputi Kesiapsiagaan BNPB dan mendorong agar dengan kegiatan di level NTT, Aksi Antisipasi menjadi rujukan Nasional.
Lebih lanjut, Kadiv Pelayanan Markas PMI NTT yang mengikuti kegiatan ini juga menyampaikan bahwa panduan Aksi Antisipasi menjadi hal penting dan masih baru dalam pendekatan program. Adrian Jeharun menjelaskan bahwa dalam pendekatan Program SIAP SIAGA, Aksi Antisipasi menjadi hal penting untuk diimplementasikan dalam program dan pelayanan PMI. “Pada Pilar 1 framework program SIAP SIAGA, ditetapkan terkait Adaptasi Perubahan Iklim dan Aksi Antisipasi dengan dua output yang ingin dicapai yaitupPeningkatan pemahaman dan penerapan strategi Aksi Antisipatif melalui pengembangan kapasitas dalam Aksi Antisipatif serta Kolaborasi dan koordinasi yang diperkuat di antara para pemangku kepentingan dalam inisiatif Aksi Antisipasif. Hal ini sudah dilakukan oleh BPBD NTT dalam kegiatan FGD Penyusunan Panduan Aksi Antisipasi Bencana Kekeringan di NTT”. Tentunya, PMI Provinsi NTT juga akan berkolaborasi dengan Pemerintah dan Mitra Kerja lain untuk bisa mendukung peningkatan kapasitas terkait Aksi Antisipasi melalui kegiatan Sosialisasi di Provinsi NTT
Kegiatan FGD ini dihadiri dan diikuti oleh Kalak BPBD NTT, Kabid I dan III BPBD NTT, OPD tingkat Provinsi NTT yaitu Dinas PUPR NTT, BBWS Wilayah II NTT, Badan Keuangan Daerah NTT, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT, Bapperida NTT, Dinas Sosial NTT, Dinas Peternakan NTT, Dinas PMD NTT juga lembaga mitra KADIN NTT, Sinode GMIT, BPKP NTT, Koordinator Provinsi Pendamping Desa, dan PMI Provinsi NTT.